CLICK HERE FOR FREE BLOGGER TEMPLATES, LINK BUTTONS AND MORE! »

Rabu, 02 Oktober 2013

Perkawinan Adat Palembang






Seluruh rangkaian upacara adat dianggap penting karena
mengandung banyak simbol kebaikan untuk kedua pengantin.
Masyarakat Palembang sangat menghargai dan menjunjung tinggi adat-istiadat leluhurnya. Berbicara tentang ini, tentu tak terlepas dari sejarah keemasaan Kerajaan Sriwijaya yang hingga kini tetap dikenang dengan segala kebesarannya. Emas adalah bagian yang tak terpisahkan karena wilayah ini dulu dikenal dengan kekayaan emasnya yang melimpah, bahkan sampai diekspor sebagai komoditi berharga. Tak heran jika nuansa emas kerap ditemui dalam tradisi adat Palembang, seperti acara perkawinan. Busana pengantin Palembang pun turut didominasi oleh warna emas.
Berikut adalah berbagai tahapan adat dalam pelaksanaan upacara perkawinan masyarakat Palembang, mulai dari acara madik sebagai pembukanya sampai acara munggah sebagai puncak dari keseluruhan rangkaian prosesi adat.
Madik
Tahap awal yang dilakukan saat memulai rangkaian prosesi pernikahan Palembang adalah acara madik, yang berarti mendekati atau pendekatan. Ini semacam proses penyelidikan keberadaan sang gadis oleh utusan keluarga pihak pria. Tujuannya untuk mengetahui asal-usul, silsilah keluarga, sekaligus mencari tahu apakah gadis itu sudah ada yang punya atau belum.
Menyenggung
Tahap menyenggung dilakukan bila proses madik telah terlaksana, yang artinya memasang “pagar”. Tujuannya agar gadis itu tidak dapat diganggu oleh senggung (arti kiasan, berarti sejenis hewan musang), yang arti sesungguhnya tidak diganggu oleh pria lain. Acara ini untuk menunjukkan keseriusan calon pengantin pria (CPP).
Keluarga pria datang mengirimkan utusan ke rumah sang gadis sambil membawa tenong/sangkek yaitu anyaman bambu berbentuk bulat atau persegi empat yang dibungkus dengan kain batik bersulam benang emas. Tenong diisi dengan aneka bahan makanan seperti telor, terigu, mentega, yang disesuaikan dengan keadaan keluarga sang gadis.
Ngebet (Membuat Ikatan)
Bila acara senggung sudah dilaksanakan, pihak keluarga pria akan kembali mengunjungi rumah calon pengantin wanita (CPW) sambil membawa tenong sebanyak tiga buah berisi terigu, gula pasir dan telor itik. Pertemuan kedua keluarga ini sebagai tanda kalau kedua pihak sudah nemuke kato atau sudah sepakat kalau sang gadis telah “diikat”. Sebagai tanda ikatan, pihak pria memberikan bingkisan kepada keluarga wanita berupa bahan busana/kain juga perhiasan kalung, cincin atau gelang.
Berasan
Untuk menyatukan dua keluarga menjadi satu diperlukan musyawarah, karenanya acara berasan diadakan. Tujuannya untuk membicarakan syarat-syarat yang diminta pihak wanita, juga apa yang akan diberikan oleh pihak pria. Kedua pihak saling bermusyawarah tentang persyaratan perkawinan, baik secara adat dan agama. Menurut agama, kedua pihak harus sepakat mengenai besarnya mahar atau mas kawin. Sedangkan menurut adat, kedua pihak harus sepakat mengenai tata cara adat yang nanti akan dipakai.
Acara ini berlangsung penuh keakraban, saling berbalas pantun dan jamuan makan bersama. Saat itu CPW akan diperkenalkan kepada seluruh anggota keluarga pihak pria. Saat ini juga ditentukan kapan hari yang dianggap tepat untuk acara mutuske kato.
Mutuske Kato/Mutus Rasan
Keluarga CPP datang membawa tujuh buah tenong berisi gula pasir, terigu, telor itik, pisang dan buah-buahan ke rumah CPW, dan menyerahkan persyaratan adat yang disepakati saat acara berasan. Acara diakhiri dengan doa memohon keselamatan. Lalu CPW melakukan sungkem pada calon mertua. Biasanya calon mertua akan memberikan perhiasan emas kepada calon menantunya. Sebagai balasan, saat rombongan CPP pulang, tujuh tenong yang dibawa tadi, dibalas oleh pihak keluarga CPW dengan isian aneka jajanan dan kue.
Nganterke Belanjo
Acara ini mirip acara serah-serahan yang dilakukan sebelum acara munggah. Sejumlah barang antaran, setidaknya 12 buah, diletakkan dalam nampan berisi aneka kebutuhan pesta seperti terigu, gula pasir, buah-buahan dan kue. Selain itu, diantarkan juga enjoan atau pemberian yang telah ditetapkan saat acara mutuske kato.
Untuk melaksanakan adat ngelamar (gegawang), keluarga CPP mengantarkan ponjen warna kuning berisi uang belanja, beberapa ponjen diisi dengan koin uang logam, selendang songket, baju kurung, kain songket serta sebuah ponjen berisi uang untuk acara timbang pengantin dan 12 nampan berisi barang keperluan pesta dan kembang setaman yang ditutup dengan kain sulam berenda.
Persiapan Menjelang Akad Nikah
Sebelum hari perkawinan, calon pengantin menjalani ritual khusus untuk kesehatan dan kecantikannya. Antara lain, ritual betangas yaitu mandi uap dan ritual bebedak, lalu bepacar, yaitu pemberian inai pada kuku jari tangan dan kaki, juga telapak tangan dan kaki, yang disebut ritual pelipit. Warna merah dari daun pacar (inai) dipercaya dapat mengusir gangguan makhluk halus dan mampu memberi kesuburan bagi CPW.
Upacara Akad Nikah
Sesuai tradisi, bila akad nikah berlangsung sebelum acara munggah maka terlebih dahulu utusan CPW akan melakukan acara nganterke keris ke rumah CPP.
Munggah
Tahap ini disebut juga acara puncak. Acara dimulai dengan kedatangan rombongan keluarga pengantin pria sambil membawa sejumlah barang antaran, 12 macam, yang berisi tiga set kain songket, kain batik Palembang, kain jumputan, kosmetik, buahbuahan, hasil bumi, aneka kue, uang dan perhiasan sambil diiringi dengan bunyi rebana.
Setibanya di rumah pengantin wanita, ibu pengantin wanita membalutkan selembar kain songket motif lepus ke punggung pengantin pria lalu menariknya menuju kamar pengantin wanita, disebut acara gendong anak mantu. Sesampainya di depan pintu kamar, dilakukan acara ketok pintu dengan didampingi utusan yang dituakan, disebut tumbu jero. Setelah pintu dibuka, pengantin pria membuka kain selubung yang menutupi wajah istrinya yang disebut acara buka langse.
Lalu dilakukan acara suapan dimana orangtua pengantin wanita menyuapi dengan nasi ketan kunyit dan ayam panggang. Kemudian diadakan acara cacap-cacapan yaitu orangtua pengantin pria mencacap/mengusap ubun-ubun kedua pengantin
dengan air kembang setaman sebagai tanda pemberian nafkah terakhir. Setelah itu acara sirih panyapo dimana pengantin wanita memberikan sirih pada suaminya sebagai perlambang dalam hidup keluarga mereka akan saling memberi dan menerima. Terakhir, diadakan upacara timbang adat yaitu topi pengantin pria ditimbang sebagai simbol bahwa mereka akan seia sekata menjalani kehidupan perkawinan.














Pakaian Adat Sumatra Selatan bisa dikatakan sebagai simbol peradaban budaya masyarakat Sumatra Selatan. Karena di dalamnya terdapat unsur filosofi hidup dan keselarasan. Hal ini bisa dilihat dari pilihan warna dan corak yang menghiasi pakaian adat tersebut. Ditambah dengan kelengkapannya, makin menambah kesakralan yang nampak pada tampilan pakaian adat yang berfungsi sebagai identitas budaya masyarakat Sumatra Selatan.
Daerah yang dikenal dengan sebutan “Bumi Sriwijaya” dan masyarakatnya yang dipanggil sebagai “Wong Kito Galo” memiliki pakaian tradisional yang khas dengan keragaman corak di tiap kebupaten dalam propinsi tersebut.
Dalam catatan sejarahnya, pakaian adat Sumatra Selatan berasal dari jaman kesultanan Palembang pada abad ke-16 hingga pertengahan abad ke-19. Saat itu pakaian adat tersebut hanya boleh digunakan oleh golongan keturunan raja-raja atau priyai saja. Pakaian adat ini terinspirasi dari zaman kerajaan Sriwijaya yang pernah berjaya di daerah Sumatra Selatan pada abad ke-7 sampai ke-13 Masehi. Selain faktor sejarah yang kuat, hal paling terpenting dalam hasil cipta karya budaya manusia adalah sikap memegang teguh dan rasa bangga yang tertanam pada masyarakat Sumatra Selatan untuk tetap menggunakan pakaian adat dalam setiap moment upacara adat.

Aessan Gede dan Aesan Paksangko
Pakaian adat Suamtra Selatan sangat terkenal dengan sebutan Aesan gede yang melambangkan kebesaran, dan pakaian Aesan paksangko yang melambangkan keanggunan masyarakat Sumatera Selatan. Pakaian adat ini biasanya hanya digunakan saat upacara adat perkawinan. Dengan pemahaman bahwa upacara perkawinan ini merupakan upacara besar. Maka dengan menggunakan Aesan Gede atau Aesan Paksangko sebagai kostum pengantin memiliki makna sesuatu yang sangat anggun, karena kedua pengantin bagaikan raja dan ratu.
Pembeda antara corak Aesan Gede dan Aesan Paksongko, jika dirinci sebagai berikut; gaya Aesan Gede berwarna merah jambu dipadu dengan warna keemasan. Kedua warna tersebut diyakini sebagai cerminan keagungan para bangsawan Sriwijaya. Apalagi dengan gemerlap perhiasan pelengkap serta mahkota Aesan Gede, bungo cempako, kembang goyang, dan kelapo standan. Lalu dipadukan dengan baju dodot serta kain songket lepus bermotif napan perak.
Pada Aesan Paksangkong. Bagi laki-laki menggunakan songket lepus bersulam emas, jubah motif tabor bunga emas, selempang songket, seluar,  serta songkok emeas menghias kepala. Dan bagi perempuan menggunakan teratai penutup dada, baju kurung warna merah ningrat bertabur bunga bintang keemasan, kain songket lepus bersulam emas, serta hiasan kepala berupa mahkota Aesan Paksangkong. Tak ketinggalan pula pernak-pernik penghias baju seperti perhiasan bercitrakan keemasan, kelapo standan, kembang goyang, serta kembang kenango.


Propinsi Sumatra Selatan, memiliki sebelas kabupaten dan empat kota. Kabupaten Lahat, Kabupaten Banyuasin, Kabupaten Empat Lawang, Kabupaten Musi Rawas, Kabupaten Muara Enim, Kabupaten Musi Banyuasin, Kabupaten Ogan Ilir, Kabupaten Ogan Komering Ilir, Kabupaten Ogan Komering Ulu, Kabupaten Ogan Komering Ulu Timur, Kabupaten Ogan Komering Ulu Selatan, Kota Pagar Alam Kota Prabumulih, Kota Lubuk Linggau, Kota Palembang I, Kota Palembang II. Masing-masingnya memiliki corak pakaian adat Sumatra Selatan yang berbeda-beda antara satu daerah dengan daerah lain.
Namun meski dari ragam nampak berbeda, hampir semua pakaian adat di Sumatera Selatan menggunakan kain Songket dengan  teknik pembuatannya didasarkan pada keterampilan, ketelatenan, kesabaran, dan daya kreasi seni yang tinggi. Dalam simbol perkawinan masyarakat Sumatra Selatan, kain songket serta pakaian adat yang diberikan pada saat lamaran, kain songket melambangkan sumber kehidupan kedua pengantin serta dilihat dari segi kepribadiannya, pendidikannya, dan status ekonominya.
Tak heran, jika pemerian lamaran yang di antaranya adalah pakaian adat dan kain songket menjadi simbol derajat kehidupan pengantin. Karena pakaian adat dengan bahan dasar tenun songket terlihat dominan dengan warna keemasan yang gemerlap dan sentuhan merah merona serta merah jambu yang glamor dan elegan menjadi ciri khas pakaian adat Sumatra Selatan yang menonjolkan ciri seorang raja dan ratu Kerajaan Sriwijaya di masa kejayaannya.


Pakaian adat Sumatra Selatan, jika kita perhatikan, memeilik unsur melayu yang sangat kuat. Jas tutup bersulam emas, dipadukan dengan kain songket, celana panjang serta ikat kepala yang disebut tanjak (untuk laki-laki). Sementara untuk perempuan, menggunakan kebaya modern sebagai bajunya, dan kain songket digunakan sebagai sarung atau bawahan dan selendang.
Selain itu pakaian adat itu juga ditambah pernak pernik hiasan berupa asesoris yang di antaranya Teratai Emas, Kalung Tapak Jajo atau Kebe Nungga, Gelang Kano, Gelang Sempuru, Gelang Bermato atau Gandik, Kembang Goyang Cempako, Suri, Kembang Ure. Bahkan bukan hanya itu. Telinga dari pemakainya dipasang pula sumping bungo kertas, serta Tanjak buat untuk tutup kepala pria. Tentu saja masih banyak lagi hiasan lain yang digunakan sebagai pemanis dan indahnya pakaian tersebut.
Jika kita pernah mendengar dongeng kejayaan nusantara lama, sesunggungnya itu bukanla cerita rekaan atau dongengan semata. Negeri ini, Indonesia, memiliki sejarah kejayaan dan masa keemasan yang panjang dan silih berganti, saling menghias dan memberi corak pada kebudayaan di tiap daerah dengan keunikan dan kisahnya masing-masing. Salah satunya tercermin dalam pakaian adat kita, seperti kebesaran dan keagungan pakaian adat Sumatra Selatan yang glamor dan elegan.

INI CONTOH AESAN PENGANTIN























Di Palembang, songket bukanlah hanya sekedar kain, tetapi merupakan suatu bentuk seni yang diangkat dari hasil cipta, rasa dan karsa penenunnya. Sekalipun ragam hiasnya tercipta dari alat yang sederhana, namun hasil karya tenunannya merupakan karya seni yang amat tinggi nilainya.

Kekayaan alam Palembang sangat memengaruhi terciptanya ragam hias dengan pola motif yang mengagumkan. Motif-motif ragam songket Palembang memiliki philosophy yang mempunyai arti perlambang yang baik. Pada umumnya terdiri dari tiga bagian, yaitu : tumbuh-tumbuhan (terutama bentuk stilisasi bunga-bungaan), misalnya bunga cengkeh, bunga tanjung, bunga melati dan bunga mawar, yang melambangkan kesucian, keanggunan, rezeki dan segala kebaikan, kemudian motif geometris dan motif campuran antara tumbuh-tumbuhan dan geometris.

Motif-motif tersebut dari dahulu hingga sekarang diwariskan secara turun temurun sehingga polanya tidak berubah. Cara membuat pola motif hanya dilakukan oleh orang-orang tertentu, tidak setiap penenun dapat membuat pola motif sendiri. Penenun hanya menenun  berdasarkan pola yang telah ditentukan. jadi kerajinan menenun merupakan suatu pekerjaan yang sifatnya kolektif. Sebagai catatan, pekerjaan menenun di Palembang seluruhnya dilakukan oleh kaum wanita, baik tua mau pun muda. Keahlian menenun tersebut pada umumnya diwariskan secara turun temurun dari generasi ke generasi.

Motif kain songket amat beragam, apalagi pada saat ini kreasi-kreasi baru para perajin sangat imajinatif. akan tetapi motif utama songket adalah :

* Bunga Intan
*Tretes Minder
*Janda Bereas (berhias)
*Bunga Cina
*Bunga Paciek

Beberapa motif tenun songket Palembang antara lain adalah : Lepus Piham, Lepus Polos, Lepus Pulir Lurus, Lepus Pulir Ombak-ombak, Lepus Bintang, Lepus Naga Besaung, Lepus Bungo Jatuh, Lepus Berantai, Lepus Limar Kandang, Tetes Meder, Bungo Cino, Bungo Melati, Bungo Inten, Bungo Paciek, bungo Suku Hijau, Bungo Betabur, Bungo Mawar, Biji Pare, Jando Berhias, Pucuk Rebung, Tigo Negri, Emas Jantung.

Beberapa motif yang terkenal yang bermakna misalnya "Naga Besaung" (Naga Bertarung). Motif ini diambil dari salah satu unsur kebudayaan China yang menganggap naga sebagai suatu hewan mitologi yang dapat mendatangkan kemakmuran dan kejayaan. Sebagai catatan, pada jaman dahulu kerajaan Sriwijaya banyak didatangi orang-orang asing termasuk dari China, India dan lain sebagainya untuk berdagang.
Orang yang memakai tenun songket Naga Besaung  mengharapkan akan mendapatkan kemakmuran dan kejayaan dalam hidupnya.

Contoh lain adalah, motif Pucuk Rebung dan bunga-bungaan (cengkeh, tanjung, melati, mawar).
Rebung atau bambu yang masih muda, merupakan tumbuhan yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan makanan (dibuat sayur). Ketika tumbuh menjadi besar dan menjadi bambu dapat dimanfaatkan sebagai bahan bagunan dan segala macam keperluan. Orang yang memakai motif ini berharap akan berguna bagi keluarga dan masyarakat.

Beberapa istilah dalam motif songket Palembang :

Lepus : yang dimaksud dengan lepus adalah kain songket yang kainnya sepenuhnya adalah cukitan (sulaman) benang emas. motif benang emasnya rapat dan mendominasi permukaan kain. Benang emas dengan kualitas tinggi didatangkan dari China. Kadang kala benang emas bisa juga diambil dari kain songket yang sudah tua, dikarenakan kainnya rapuh, benang emasnya (ada juga yang emas asli) disulam kembali ke kain yang baru.Kualitas jenis songket lepus biasanya yang tertinggi dan termahal harganya.

Limar : komentar seorang sejarawan dan budayawan Inggris R.O Windstedt yang merupakan pemerhati kehidupan masyarakan di Nusantara pada jama kolonial, "Its colour are rich, blend of red, yellow and green, the shape of the pattern. If closely inspected, bearing a distinct resemblance to the lime (limau) from which it has acquired its name."
Pendapat lain percaya nama Limar timbul karena banyaknya bulatan-bulatan kecil dan percikan yang membentuk sebuah motif yang menyerupai tetesan air jeruk yang di peras.
Menurut Mubin Sheppard : " Kain Limar is often in correctly spelt limau, with which it has no connexion." Di Palembang sendiri, Limar lebih diartikan sebagai suatu teknik proses pencelupan dan penenunan.

Tumpal atau Kepala Kain : adalah bagian pada kain yang berada ditengah bentangan kain, biasanya berbeda motif dari motif keseluruhan kain.Motif sulaman pada Tumpal biasanya Pucuk Rebung (Tunas Bambu Muda), bentuknya segitiga atau segitiga terputus. mengandung philosophy tunas rebung yang tumbuh menjadi batang bambu yang kuat dan lentur, tidak tumbang diterpa angin, melambangkan harapan yang baik. Bagian kain yang lain disebut badan kain. Sedangkan pada selendang, Tumpal berada di bentangan kanan dan kiri badan kain. Tumpal biasanya berukuran seperempat bagian dari bentangan kain songket.

Tiga Negeri : terdiri dari tiga bagian warna, yaitu biru, hijau dan merah. dibagian tepi motif tumpal berwarna merah, di tengahnya kain limar bermotif bunga tabung. Di bagian paling tengah berwarna hijau bermotif bunga bintang berantai.

Rumpak (Bumpak) : adalah kain songket untuk pria. Motif pada kain tersebut tidak penuh seperti pada songket untuk wanita. Kepala kain atau tumpal pada rumpak di saat pemakaiannya berada di belakang badan (dari pinggul sampai di bawah dengkul) jika si pemakai telah menikah. Kebalikannya dari wanita yaitu tumpal berada di depan, dari pinggul sampai mata kaki. Rumpak jika dipakai oleh pemuda yang belum menikah, maka kain tersebut menggantung sampai di atas lutut.

Tanjak : adalah kain songket persegi empat yang dibuat khusus untuk penutup kepala pria, biasanya kain ini dibuat sepasang dengan kain rumpak, baik warna dan motifnya sama.

     

              









Bahasa Palembang mempunyai dua tingkatan, yaitu baso Pelembang alus atau bebaso dan baso Pelembang sehari-hariBaso Pelembang alus dipergunakan dalam percakapan dengan pemuka masyarakat, orang-orang tua, atau orang-orang yang dihormati, terutama dalam upacara adat. Bahasa ini berakar pada bahasa Jawa karena raja-raja Palembang berasal dari Kerajaan MajapahitKerajaan Demak, dan Kerajaan Pajang. Itulah sebabnya perbendaharaan kata Baso Pelembang Alus banyak persamaannya dengan perbendaharaan kata dalam bahasa Jawa.
Sementara itu, baso sehari-hari dipergunakan oleh wong Palembang dan berakar pada 
bahasa Melayu. Dalam praktiknya sehari-hari, orang Palembang biasanya mencampurkan bahasa ini dan bahasa Indonesia (pemilihan kata berdasarkan kondisi dan koherensi) sehingga penggunaan bahasa Palembang menjadi suatu seni tersendiri.
Bahasa Palembang memiliki kemiripan dengan bahasa daerah di provinsi sekitarnya, seperti 
JambiBengkulu bahkan provinsi di Jawa (dengan intonasi berbeda). Di Jambi dan Bengkulu, akhiran 'a' pada kosakata bahasa Indonesia biasanya diubah menjadi 'o'.

Kamus bahasa Palembang
Dalam bahasa Palembang, awalan me- seringkali tidak diucapkan. Misalnya:

  • Jingok (lihat) bila diberi awalan me- akan menjadi "nyingok" bukan menjingok.
  • Goco (pukul) bila diberi awalan me- akan menjadi "ngoco" bukan menggoco.

Di bawah ini adalah beberapa kata dalam bahasa Palembang dan artinya dalam 
bahasa Indonesia:

A
  • aman / amon = kalau
Contoh: Aman kau ke sano gek, jangan lupo bawa pempek.
Arti: Kalau kamu ke sana nanti, jangan lupa bawa pempek.
  • antok = antuk
Contoh: Kartu kau tu antok, ulang oi!
Arti: Kartu kamu itu terantuk, ulang dong!
  • asak = asalkan
Contoh: Asak kau dapet cepek, ku enjok mobil la.
Arti: Kalau kamu mendapatnya dengan cepat, saya kasih mobil deh.
  • awak = padahal
Contoh: Awak kau yang salah, nak nyalahke wong.
Arti: Padahal kamu yang salah, mau menyalahkan orang.
  • awan = siang
Contoh: Awan tadi, budak Kertapati menang lomba bidar.
Arti: Tadi siang, anak Kertapati menang lomba bidar.
B
  • bae = saja
Contoh: Kau bae la yang bayar.
Arti: Kamu sajalah yang bayar.
  • balak = masalah
Contoh: Dak usah nyari balak la, kagek celako kau.
Arti: Tidak usah cari masalah deh, nanti kamu celaka.
  • balek = pulang
Contoh: Aku abes ni nak balek ke rumah.
Arti: Saya setelah ini mau pulang ke rumah.
  • balen = ulang
Contoh: Balen oi, mano ado maen cak tu.
Arti: Ulang dong, mana ada main begitu.
  • banyu = air
Contoh: Nak minum apo? Jawab: Banyu putih be.
Arti: Tanya: Mau minum apa? Jawab: Air putih saja.
  • baseng = terserah/sembarangan
Contoh: Baseng kau la, aku dak melok-melok bae.
Arti: Terserah kamu sajalah, saya tidak ikut (kalau terjadi masalah, saya tidak ikut kena getahnya).
  • basa = gawat
Contoh: Basa ni! dak pacak gawe galo.
Arti: Gawah nih! Tidak bisa kerjakan semua.
  • baso = bahasa
Contoh: Ae, baso Inggris bae dak pacak kau, cupu ni!
Arti: Ya ampun, bahasa Inggris saja kamu tidak bisa, pecundang nih!
  • bebala = bertengkar (mulut)
Contoh: Wong sebelah ni galak bebala sampe subuh.
Arti: Orang sebelah suka bertengkar sampai subuh.
  • belagak = tampan, cakep, rapi
Contoh: Wew, belagak nian kau hari ni!
Arti: Wah, rapi sekali kamu hari ini!
  • belago = bertengkar saling pukul
Contoh: Budak kecik tu galak belago, laporke plisi peh?
Arti: Anak kecil itu suka berkelahi, laporkan ke polisi yuk?
  • bengak = bodoh
Contoh: Bengak nian kau ni, baco be dak pacak!
Arti: Bodoh sekali kamu ini, membaca saja tidak bisa!
  • begoco = berantem/berkelahi
Contoh: Dak usah jingok jingok, begoco be kito!
Arti: Tidak usah lihat-lihat, berantem aja kita!
  • berejo = bersusah-susah, berusaha
Contoh: Berejo la kau! tula, diomongi dak galak dengar.
Arti: Berusahalah kamu! Makanya, diberi tahu tidak mau dengar.
  • Bi Cek = ibu, bibi, tante; bi cik (bibi kecik) = bibi kecil, panggilan untuk tante dalam keluarga besar yang paling kecil/muda.
Contoh: Bi cek! nak ke mano?
Arti: Bibi! Mau ke mana?
  • budak = anak
Contoh: Budak tino Pelembang emang cindo-cindo galo.
Arti: Anak perempuan Palembang memang cantik-cantik semua.
  • buntang = bangkai
Contoh: Depan kelas kito ado buntang tikus.
Arti: Di depan kelas kita ada bangkai tikus.
  • buyan = bodoh
Contoh: Makonyo belajar biar dak jadi buyan, adekku
Arti: Makanya belajar adikku, agar kamu tidak menjadi bodoh.
  • besak kelakar = besar omong
Contoh: Kau tu besak kelakar bae, jadi be idak.
Arti: Kamu itu besar omong saja, jadi aja enggak.
  • bedalu = begadang
Contoh: Jangan nemen nian bedalu kau tu

Arti: Jangan sering begadang kamu itu


itu beberapa kamus bahasa palembang yang di artikan ke bahasa indonesia .sumber wikipedia


Perubahan vokal
Beberapa kata dalam bahasa Palembang yang sama dengan Bahasa Indonesia, hanya berubah vokal akhirnya:

  • Ado = ada
  • Apo = apa
  • Biaso = biasa
  • Biso = bisa
  • Dio = dia
  • Dimano = di mana
  • Disano = di sana
  • Iyo = iya
  • Jawo = Jawa
  • Jugo = juga
  • Kemano = ke mana
  • Kato = kata
  • Ketawo = tertawa
  • Kito = kita
  • Mano = mana
  • Ngapo = mengapa
  • Pulo = pula
Kemiripan dengan Daerah Lain
Bahasa Palembang memiliki kemiripan dengan bahasa daerah provinsi di sekitarnya, seperti Jambi dan Bengkulu. Di kedua daerah ini, akhiran 'a' pada kosakata Bahasa Indonesia yang diubah menjadi 'o' banyak ditemukan. Akan tetapi banyak juga bahasa Palembang asli yang tidak digunakan pada provinsi Jambi maupun Bengkulu. Logat yang dimiliki merekapun berbeda. Kemiripan dengan bahasa Jawa: iyo, biso, wong, ulo, rai, prei, sepur, melok, ladeng, iwak, gedek, dulur, dewe'an, bae, balek, banyu, awan, awak, iwak, balen, kelaso, kacek, jabo. Kemiripan dengan bahasa Banjar: banyu, awak, iwak, ladeng, dulur, umep (humap= gerah), enjuk (unjuk), jingok (jinguk), gancang
Kota ini memiliki komunitas Tionghoa cukup besar. Makanan seperti pempek atau tekwanyang terbuat dari ikan mengesankan "Chinese taste" yang kental pada masyarakat Palembang.
·         Pempek, makanan khas Palembang yang telah terkenal di seluruh Indonesia. Dengan menggunakan bahan dasar utama daging ikan dan sagu, masyarakat Palembang telah berhasil mengembangkan bahan dasar tersebut menjadi beragam jenis pempek dengan memvariasikan isian maupun bahan tambahan lain seperti telur ayam, kulit ikan, maupun tahu pada bahan dasar tersebut. Ragam jenis pempek yang terdapat di Palembang antara lain pempek kapal selam, pempek lenjer, pempek keriting, pempek adaan, pempek kulit, pempek tahu, pempek pistel, pempek udang, pempek lenggang, pempek panggang, pempek belah dan pempek otak - otak. Sebagai pelengkap menyantap pempek, masyarakat Palembang biasa menambahkan saus kental berwarna kehitaman yang terbuat dari rebusan gula merah, cabe dan udang kering yang oleh masyarakat setempat disebut saus cuka (cuko).
·         Tekwan, makanan khas Palembang dengan tampilan mirip sup ikan berbahan dasar daging ikan dan sagu yang dibentuk kecil - kecil mirip bakso ikan yang kemudian ditambahkan kaldu udang sebagai kuah, serta soun dan jamur kuping sebagai pelengkap.
http://upload.wikimedia.org/wikipedia/id/thumb/6/66/Modelll.jpg/200px-Modelll.jpg
http://bits.wikimedia.org/static-1.22wmf12/skins/common/images/magnify-clip.png
Model, salah satu olahan pempek yang menggugah selera
http://upload.wikimedia.org/wikipedia/id/thumb/f/f4/Pindangpatin.jpg/200px-Pindangpatin.jpg
http://bits.wikimedia.org/static-1.22wmf12/skins/common/images/magnify-clip.png
Pindang ikan patin khas Palembang, rasanya pedas, asam dan gurih
·         Model, mirip tekwan tetapi bahan dasar daging ikan dan sagu dibentuk menyerupai pempek tahu kemudian dipotong kecil kecil dan ditambah kaldu udang sebagai kuah serta soun sebagai pelengkap. Ada 2 jenis model, yakni Model Ikan (Model Iwak) dan Model Gandum (Model Gendum).
·         Laksan, berbahan dasar pempek lenjer tebal, dipotong melintang dan kemudian disiram kuah santan pedas.
·         Celimpungan, mirip laksan, hanya saja adonan pempek dibentuk mirip tekwan yang lebih besar dan disiram kuah santan.
·         Mie Celor, berbahan dasar mie kuning dengan ukuran agak besar mirip mie soba dari Jepang, disiram dengan kuah kental kaldu udang dan daging udang.
·         Burgo, berbahan dasar tepung beras dan tepung sagu yang dibentuk mirip dadar gulung yang kemudian diiris, dinikmati dengan kuah santan.
·         Lakso, berbahan dasar tepung beras, mirip Burgo, namun bertekstur mie.
·         Martabak HAR,adalah makanan Khas dari India yang dibawah oleh Haji Abdul Razak. Berbahan dasar tepung terigu, yang diberi telor bebek dan telor ayam,kuahnya berbahan kari kambing yang dicampur kentang.
·         Pindang Patin, salah satu makanan khas Palembang yang berbahan dasar daging ikan patin yang direbus dengan bumbu pedas dan biasanya ditambahkan irisan buah nanas untuk memberikan rasa segar. Nikmat disantap dengan nasi putih hangat, rasanya gurih, pedas dan segar.
·         Pindang Tulang, berbahan dasar tulang sapi dengan sedikit daging yang masih menempel dan sumsum di dalam tulang, direbus dengan bumbu pedas, sama halnya dengan pindang patin, makanan ini nikmat disantap sebagai lauk dengan nasi putih hangat.
·         Malbi, mirip rendang, hanya rasanya agak manis, berkuah dan gurih.
·         Tempoyak, makanan khas Palembang yang berbahan dasar daging durian yang ditumis beserta irisan cabai dan bawang, bentuknya seperti saus dan biasa disantap sebagai pelengkap makanan, rasanya unik dan gurih.
·         Otak - otak, varian pempek yang telah tersebar di seluruh Indonesia, berbahan dasar mirip pempek yang dicocol dengan kuah santan dan kemudian dibungkus daun pisang, dimasak dengan cara dipanggang di atas bara api dan biasa disantap dengan saus cabai / kacang.
·         Kemplang, berbahan dasar pempek lenjer, diiris tipis dan kemudian dijemur hingga kering. Setelah kering kemplang dapat dimasak dengan cara digoreng atau dipanggang hingga mengembang.
·         Kerupuk, mirip kemplang, hanya saja adonan dibentuk melingkar, dijemur, kemudian digoreng.
·         Kue Maksubah, kue khas Palembang yang berbahan dasar utama telur bebek dan susu kental manis. Dalam pembuatannya telur yang dibutuhkan dapat mencapai sekitar 28 butir. Adonan kemudian diolah mirip adonan kue lapis. Rasanya enak, manis dan legit. Kue ini dipercaya sebagai salah satu sajian istana Kesultanan Palembang yang seringkali disajikan sebagai sajian untuk tamu kehormatan. Namun saat ini kue maksubah dapat ditemukan di seluruh Palembang dan sering disajikan di hari raya."[15]
·         Kue Delapan Jam, dengan adonan mirip kue maksubah, kue ini benar - benar sesuai dengan namanya karena dalam proses pembuatannya membutuhkan waktu delapan jam. Kue khas Palembang ini juga sering disajikan sebagai sajian untuk tamu kehormatan dan sering disajikan di hari raya.

·         Kue Srikayo, berbahan dasar utama telur dan daun pandan, berbentuk mirip puding. Kue berwarna hijau ini biasanya disantap dengan ketan dan memiliki rasa manis dan legit.

0 komentar:

Posting Komentar